Senin, 07 Maret 2011

LINK BERITA ISLAM

Dapatkan berita terbaru, artikel, kisah, dan apa saja dari situs-situs Islam. Ada banyak sekali situs-situs Islam yang ada di dunia Internet, dan disini saya berikan sebagian kecil dari yang banyak itu. Semoga bisa membawa manfaat dan selamat mempelajari Islam melalui media Internet. 

Baca Artikel Bagus (Readbud) Dapat Dollar,









































READ MORE - LINK BERITA ISLAM

Rabu, 02 Maret 2011

Artikel Gerakan Pemurtadan (Mobile)

MEDIA ISLAM - Artikel Gerakan Pemurtadan disajikan secara mobile oleh islamic.xtgem.com sangat bagus untuk di jadikan referensi bagi kita untuk mengetahui bagaimana cara-cara yang dilakukan oleh para penggagas program Kristenisasi di Indonesia.

Banyak artikel yang di tulis di situs ini di antaranya adalah :
Belasan LSM Diduga Lakukan Misi Pemurtadan di Aceh
Catatan dari Yogya, Sponge Bob, jadi Gembala
Dianggap Menghina Nabi, Penginjil Tasikmalaya Divonis 4,5 Tahun
Berbagai Strategi Kristenisasi
Di Sukabumi, Kristenisasi Berhadiah Mobil

Dan masih banyak lagi artikel lainnya. Ini sangat memudahkan kita untuk membaca artikel melalui perangkat Mobile seperti Handphone, smartphone.

Semoga ini bisa menjadi amal kebaikan yang bisa membawa manfaat sebanyak-banyaknya kepada umat Islam dalam memahami aqidah Islam secara benar.
READ MORE - Artikel Gerakan Pemurtadan (Mobile)

Jumat, 28 Januari 2011

Kezhaliman


Kezhaliman atau aniaya merupakan salah satu hal yang dilarang keras di dalam agama Islam. Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam telah memberitahukan, bahwa kezhaliman akan menjadi kegelapan nanti di Hari Kiamat. Jenis-jenis kezhaliman sangat banyak dan bertingkat-tingkat atau beragam, namun keseluruhannya adalah keburukan.Di antara bentuk-bentuk kezhaliman sebagai berikut:

1. Menganiaya Diri Sendiri.

Yaitu dengan meninggalkan ketaat-an kepada Allah dan banyak melakukan kemaksiatan. Allah Subhannahu wa Ta'ala telah berfirman,Artinya,
“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah.Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.” (QS. 35:32)

Jenis kezhaliman terhadap diri sendiri yang paling besar adalah seseorang menjerumuskan diri ke dalam kesyirikan, sebagaimana difir-mankan Allah Subhannahu wa Ta'ala dalam Surat Lukman ayat: 13.

2. Membunuh Jiwa yang Diharam-kan Allah.

Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda,Artinya,
“Seorang mukmin senantiasa masih dalam keluasan agamanya , selagi ia tidak menumpahkan darah yang haram.” (HR. Al-Bukhari)

3. Memakan Harta Anak Yatim

Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman tentang orang yang berbuat zhalim terhadap harta anak yatim,Artinya,
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zhalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).” (QS. 4:10)
Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda,Artinya,
“Jauhilah oleh kalian tujuh per-kara yang membinasakan”, beliau me-nyebutkan salah satunya adalah, “Memakan harta anak yatim.” (Muttafaq ‘alaih)

4. Memakan Harta Orang Lain Secara Batil

Tersebut dalam riwayat, bahwa salah seorang istri dari orang terdahulu (salaf) berkata kepada suaminya ketika ia akan berangkat kerja, “Bertakwalah engkau kepada Allah dan jauhilah penghasilan yang haram, sesungguhnya kami mampu bersabar menahan lapar, namun kami tak tahan terhadap api neraka.”

Banyak sekali contoh-contoh dari memakan harta orang lain dengan cara yang batil, di antara yang terpenting dan banyak terjadi adalah:
  • Tidak Membayar Hutang
    Ada sebagian orang yang begitu meyakinkan tatkala akan berhutang kepada orang lain, sehingga orang yang dihutangi husnuzhan (berprasangka baik) dan percaya saja, maka ia pinjamkan hartanya yang dengan susah payah ia kumpulkan itu. Namun ternyata ketika ditagih, ia tidak segera membayar-nya, bahkan terus menghindar, hingga akhirnya tidak dibayar.

    Dalam sebuah hadits dari Qatadah al-Harits bin Rabi’ Radhiallaahu anhu , bahwa Rasul Allah Subhannahu wa Ta'ala berdiri di tengah-tengah para shahabat dan beliau menyebutkan, bahwa jihad fi sabilillah dan beriman kepada Allah adalah amalan yang paling utama. Maka seorang laki-laki berdiri lalu berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat anda, jika aku ter-bunuh di jalan Allah, apakah diampuni seluruh dosa-dosaku? Maka Rasulullah menjawab, “Iya, jika kamu terbunuh di jalan Allah, sedangkan kamu sabar dan mengharap pahalaNya, maju dan tidak mundur (lari).” Namun sejenak kemudian Rasulullah bertanya, “Tadi apa yang kamu katakan?” Maka orang tersebut berkata (lagi), “Bagaimana pendapat anda, jika saya terbunuh di jalan Allah, apakah seluruh dosa-dosaku diampuni? Maka beliau bersabda (lagi), “Iya, jika kamu sabar dan mengharap pahalaNya, maju dan tidak mundur (lari), kecuali hutang karena Jibril mengatakan yang demikian itu kepadaku.” (HR. Muslim)
  • Merampas Tanah Orang
    Yaitu dengan merampas, mengubah batas atau mengambil sejengkal tanah orang lain serta melanggar apa yang menjadi haknya. Dari Aisyah Radhiallaahu anha berkata, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda,
    “Barang siapa berbuat zhalim dengan mengambil sejengkal tanah (orang lain), maka akan dipikulkan kepadanya tujuh lapis bumi.” (Muttafaq ‘alaih)
  • Sumpah Palsu untuk Merampas Hak Orang
    Dari Umamah Iyas bin Tsa’labah al Haritsi Radhiallaahu anhu , bahwa Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, “Barang siapa mengambil hak seorang muslim dengan sumpahnya, maka Allah telah mewajibkan untuknya neraka dan mengharamkan atasnya surga.” Maka seseorang bertanya, “Bagaimana jika yang diambil itu sesuatu yang ringan wahai Rasulullah? Beliau menjawab, “Walaupun hanya sepotong kayu siwak.” (HR. Muslim)
  • Suap atau Sogok
    Allah dan Rasul-Nya telah melaknat penyuap dan orang yang merima suap, demikian pula dengan pegawai atau pelaku birokrasi yang sengaja memperlambat dan mempersulit urusan umat. Mereka tidak bersegera menunaikan kewajibannya, sebelum mendapatkan tips atau hadiah sebagai pelancar dan pelicin urusan.
5. Mengambil Harta Baitul Mal

Dari Umar bin al-Khaththab Radhiallaahu anhu ia berkata, “Ketika terjadi perang Khaibar sekelompok shahabat menghadap Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam dan berkata, “Si fulan telah syahid, fulan juga syahid, sehingga ketika mereka menyebutkan nama salah seorang laki-laki, mereka berkata, “Si fulan juga telah syahid”. Maka Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, “Tidak demikian, sungguh aku melihatnya di neraka karena selimut yang telah ia gelapkan.” atau(dalam riwayat lain) adalah mantel. (HR. Muslim)

Dari Abu Humaid Abdur Rahman bin Sa’d as-Sa’di Radhiallaahu anhu ia berkata, “Rasul Allah Subhannahu wa Ta'ala telah menugaskan seorang laki-laki dari suku Azd yang bernama Ibnu al-Lutbiyyah untuk mengambil shadaqah (zakat). Ketika datang, ia me-ngatakan, “Ini untuk anda dan ini hadiah untuk saya.” Maka Rasulullah Subhannahu wa Ta'ala berdiri di atas mimbar, memuji dan menyanjung Allah lalu bersabda, “Amma ba’du, Sesungguhnya aku telah menugaskan salah seorang dari kalian untuk suatu pekerjaan yang Allah kuasakan kepadaku. Lalu ia datang dan berkata, “Ini untukmu dan ini hadiah yang diberikan kepadaku. Mengapa ia tidak duduk di rumah ayahnya atau ibunya saja, sehingga hadiah itu diantar kepadanya, jika memang ia benar. Demi Allah Tidaklah salah seorang mengambil sesuatu yang bukan haknya, kecuali ia akan berjumpa dengan Allah pada Hari Kiamat dengan membawa apa yang ia ambil. Demi Allah, saya tidak ingin melihat seorang pun di antara kalian menjumpai Allah dalam keadaan membawa seekor unta yang mengeluar-kan suaranya atau seekor sapi yang melenguh atau kambing yang mengem-bik”. Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya sehingga kelihatan ketiaknya yang putih lalu bersabda, “Ya Allah bukankah telah aku sampaikan?” Beliau ucapkan sebanyak tiga kali. (Muttafaq ‘alaih)

6. Merusak Hubungan Rumah Tangga atau Hubungan Budak dengan Tuannya.

Yaitu seseorang memprovokasi istri orang lain dengan menyebut kelemahan dan kekurangannya, atau dengan menyebutkan kebaikan dan kelebihan laki-laki lain, bahkan mungkin sampai tingkat menyuruh untuk minta cerai. Akan lebih jahat lagi apabila ternyata orang yang memanas-manasi atau merusak si wanita ini mempunyai maksud untuk menikahinya.

Demikian pula orang yang merusak hubungan baik seorang hamba sahaya wanita dengan tuannya, dengan menjalin hubungan gelap atau mem-bujuk agar melarikan diri dari tuannya.
Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam pernah bersabda,
“Barang siapa yang merusak seorang hamba (untuk lari atau bermaksiat) kepada tuannya, maka dia bukan termasuk golongan kami, dan barang siapa yang merusak seorang wanita agar bermaksiat kepada suaminya, maka dia bukan termasuk golongan kami.” (HR. Ahmad)

7. Menipu dan Sumpah Palsu dalam Jual Beli

Masih banyak pedagang yang melakukan hal ini, seperti yang terjadi pada para penjual mobil atau motor dan juga yang lain, yaitu dengan memberikan informasi dusta tentang barang dagangannya. Bahkan ada yang membumbui dengan sumpah palsu agar orang mau membelinya.

8. Tidak Amanah dalam Tugas dan Pekerjaan.

Seperti seorang pegawai atau orang yang dikontrak untuk bekerja, namun tidak bekerja dengan baik, masuk kerja semaunya atau sering membolos tanpa alasan yang dibenarkan. Sementara itu ketika giliran mengambil haknya, ia mengambil secara penuh.

9. Mengurangi Timbangan dan Takaran

Allah Subhannahu wa Ta'ala telah memperingatkan kita melalui firman-Nya,
Artinya, “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.” (QS. 83:1-3)

10. Tidak Menasehati Orang Jahil

Orang yang tidak tahu atau jahil memiliki hak untuk diberitahu dan dinasehati, sebaliknya orang yang tahu atau memiliki ilmu, berkewajiban mengajari. Orang yang ditanya tentang ilmu, namun menyembunyikannya, padahal ia tahu, maka ia telah melakukan kezhaliman, dan ia mendapat ancaman yang keras dari Allah Subhannahu wa Ta'ala .

11. Tidak Menjaga Keluarga dari Kemungkaran

Yaitu tidak memerintahkan mereka untuk melakukan kebaikan, terutama perihal shalat serta tidak melarang mereka dari hal-hal yang diharamkan.

12. Menuduh Orang Berbuat Zina dan Menyebarkannya

Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman,Artinya,
“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera dan janganlah kamu terima keksaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. 24:4)

13. Menzhalimi Tetangga

Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam telah bersabda, artinya,
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka janganlah menyakiti tetangganya” (HR. al-Bukhari) Di antara bentuk kezhaliman terhadap tetangga adalah mencari-cari aibnya, mengambil sesuatu miliknya, membuka jendela rumahnya dan lain sebagainya.

14. Zhalim Terhadap Suami/Istri

Di antara bentuk sikap zhalim terhadap istri adalah mengambil harta yang menjadi haknya secara paksa, membebani pekerjaan di luar kemam-puannya, memaki dan mengolok-oloknya. Ada pun kezhaliman istri terhadap suami adalah tidak menaati-nya, bepergian tanpa izin suami, mengangkat suara atau menghardik, menuntut sesuatu di luar kemampuan-nya dan lain sebagainya.

15. Mencela dan Memaki Sesama Muslim

Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam telah memperingatkan kita dari hal ini melalui sabdanya,
Artinya, “Mencaci maki orang Islam adalah kefasikan dan memeranginya adalah kekufuran.” (HR. Muslim)

16. Menzhalimi Orang Tua

Yaitu dengan mendurhakai keduanya dan ini merupakan bentuk kezhali-man yang amat besar. Ayat-ayat dan hadits yang memerintahkan untuk birrul walidain (berbuat baik kepada orang tua) dan melarang dari mendur-hakai keduanya amatlah banyak.

Ringkasan dari Kutaib, “Ha ulaai Hum Khushamauka Ghadan”. Abdul Malik al-Qasim.
Abu Luthfa al-Banarani
READ MORE - Kezhaliman

Minggu, 08 Agustus 2010

Bidah : Disangka Air ternyata Api

Suatu ketika, Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'Anhu yang dikenal sebagai aktsaru iqtida'an li-rasuulillah (sahabat yang paling banyak meneladani Rasulullah) mendengar orang yang bersin sembari membaca, "Alhamdulillah, wash-shalaatu wassalaamu 'alaa rasuulillah." Seketika itu, beliau menegurnya dan berkata, "Tidak demikian yang diajarkan oleh Rasulullah! Beliau hanya bersabda, "Barangsipa yang bersin di antara kalian, maka hendaknya memuji Allah (membaca hamdalah)," Beliau tidak mengatakan, "Dan hendaknya bershalawat atas Rasulullah!""

Begitulah kepekaan beliau terhadap bid'ah yang diada-adakan, meskipun orang menganggapnya baik. Pelaku bid'ah seperti orang yang mengumpulkan barang-barang untuk perbekalan safar jarak jauh. Tapi, ternyata bekal yang ia bawa tak berguna apa-apa, selain menambah beban di tengah perjalanan. Sementara dia justru meninggalkan bekal yang bisa meringankan beratnya perjalanan, dan bahkan ia tinggalkan kendaraan yang mengantarkan sampai ke tujuan.

Inilah orang yang tertipu, dia beramal dengan suatu amalan yang dia sangka kebaikan yang mengantarkan ke jannah, tapi ternyata yang dilakukan adalah dosa yang bisa menyeretnya ke neraka. Allah berfirman, "Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya." (QS. Al-Kahfi: 104)

Bid'ah adalah fatamorgana bagi para pelakunya. Disangkanya air yang bisa mengakhiri derita dahaga, ternyata panas api yang akan menambah penderitaannya. Nabi memberikan keterangan bahwa amal yang tidak mengikuti sunnahnya akan tertolak,

"Barangsiapa yang beramal dengan suatu amalan yang tidak ada perintah (contoh)nya dari kami maka tertolak." (HR. Muslim)

Di samping tertolak, bid'ah juga terbilang sebagai kesesatan yang berpotensi memasukkan seseorang ke neraka. Karena setiap bid'ah adalah sesat dan setiap kesesatan adalah neraka tempatnya.

Ibnu Al-Jauzi menyebutkan bahwa bid'ah lebih disukai iblis daripada dosa besar. Karena orang yang melakukan dosa besar menyadari kesalahannya, sehingga mungkin dia akan bertaubat. Sedangkan pelaku bid'ah, bukan saja dia tidak sadar bahwa yang dia lakukan mengandung dosa, bahkan ia sangka mendatangkan pahala. Maka sulit diharapkan taubatnya.

Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah juga menyebutkan bahwa rangking kedua dosa yang dituju oleh setan setelah syirik adalah bid'ah. Dan bid'ah biasanya menjadi perantara menuju kesyirikan. Seperti bid'ah-bid'ah yang dilakukan di kuburan, hingga ada yang berdoa dan mengagungkan penghuni kubur.

Ketika seseorang condong kepada perbuatan bid'ah, maka pada waktu yang sama dia sedang menjauh dari sunnah dan hidayah. Bisa kita lihat, orang-orang yang bersemangat dalam acara-acara bid'ah, tapi mereka tidak nongol ketika shalat jama'ah di tegakkan. Mereka menganggap bid'ah yang ia lakukan lebh penting dari sunnah, atau bahkan kewajiban yang ia tinggalkan. Inilah orang yang tertipu oleh fatamorgana bid'ah. Maka, waspadalah! (Abu Umar A)

Sumber: www.ar-risalah.or.id
READ MORE - Bidah : Disangka Air ternyata Api

Jumat, 06 Agustus 2010

Muslim Itu Dermawan

"Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat haluu'a (keluh kesah lagi kikir). Apabila ia ditimpa kesusahan, ia berkeluh kesah. Dan apabila ia mendapat kebaikan, ia amat kikir. Kecuali, orang-orang yang mengerjakan salat. Yang mereka itu tetap mengerjakan salatnya. Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu. Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)." (Al-Ma'aarij: 19--25).

Manusia cenderung bersikap haluu'a. Apakah itu? Ia ditafsirkan dengan dua ayat berikutnya (20--21): sebuah perangai buruk suka berkeluh kesah lagi kikir. Ketika ia tertimpa kesulitan, hatinya terasa sempit, goncang, dan mudah berputus asa. Ketika beroleh nikmat dan kebaikan, ia bersikap kikir. Yaitu, kikir dari hak Allah dan kikir dari hak sesama.

Tentu tidak semua manusia berperilaku demikian. Seorang muslim semestinya tidak haluu'a, mengapa? Karena, seorang muslim itu ajeg menjaga salatnya. "Kecuali orang-orang yang mengerjakan salat, yang mereka itu tetap mengerjakan salatnya (daimun)." Dengan salat, hati menjadi tenteram. Juga, dengan salat perbuatan keji dan mungkar dapat ditahan. Maka, seorang mukmin yang salatnya ajeg dan benar, ia tidak gampang berkeluh kesah. Karena, kesulitan atau kemudahan baginya mengandung hikmah. Sebagian sahabat bahkan memandang kesulitan sebagai nikmat, seperti perkataan Abu Dzar al-Ghifari, "Miskin lebih aku sukai daripada kaya, dan sakit lebih aku sukai daripada sehat."

Seorang muslim semestinya tidak haluu'a, mengapa? Karena, seorang mukmin menyadari pada hartanya ada hak bagi orang yang meminta (as-sail) dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (al-mahruum). "Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa." As-sail adalah orang yang meminta. Terhadap orang semacam ini terdapat hak bagi dia, seperti dalam sabda Rasulullah saw., "Bagi orang yang meminta-minta terdapat hak, meskipun ia datang mengendarai kuda." (HR Abu Dawud dari hadis Sufyan ats-Tsauri, dalam riwayat lain disandarkan kepada Ali bin Abu Thalib).

Adapun al-mahrum, seperti didefinisikan Ibnu Abbas, adalah orang yang bernasib buruk. Ia tidak memiliki bagian dalam baitul mal, tidak memiliki pendapatan, dan tidak memiliki pekerjaan yang dapat menopang. Rasulullah pernah bersabda, "Orang miskin bukanlah orang yang keliling dan engkau memberinya sesuap atau dua suap makanan dan sebutir atau dua butir kurma, akan tetapi orang miskin adalah orang yang tidak memiliki kekayaan yang mencukupinya sedangkan orang lain tidak mengetahuinya sehingga bersedekah kepadanya." (HR Bukhari dan Muslim).

Jadi, seorang muslim semestinya dermawan, tidak kikir dan tidak bakhil. Karena, seorang muslim senantiasa merenungkan ayat-ayat Allah, seperti dalam ayat berikut.

Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: 'Ya Rabku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh." (Al-Munafiqun: 10).

Suatu ketika Rasulullah saw. bertanya kepada para sahabatnya, "Manakah yang lebih kalian cintai: harta ahli waris atau harta sendiri?" Mereka menjawab, "Wahai Rasulullah, tentu tidak seorang pun di antara kita kecuali lebih mencintai hartanya sendiri." Rasulullah meneruskan, "Sesungguhnya harta seseorang ialah apa yang telah ia gunakan, dan harta ahli waris adalah apa yang belum ia gunakan." (HR Bukhari).

Abu Bakar al-Jazairi menceritakan sebuah kisah yang mengagumkan di dalam Minhajul Muslim Dikisahkan bahwa Ibunda Aisyah r.a. mendapat kiriman uang sebanyak 180.000 dirham dari Muawiyah bin Abi Sufyan. Oleh beliau uang itu disimpan di mangkuk dan dibagikan kepada manusia hingga tak tersisa. Pada sore harinya, Aisyah berkata kepada budak wanitanya, "Antarkan makanan berbuka untukku." Budak wanita tersebut menghidangkan roti dan minyak kepada Aisyah. Beliau berkata kepada budak, "Mengapa engkau tidak mengambil uang satu dirham dari uang yang aku bagikan tadi buat membeli daging untuk buka puasa kita?" Budak tersebut menjawab, "Jika engkau mengingatkanku sejak tadi, aku pasti melakukan."

Dalam kekiniian, betapa banyak kita temukan dua tipe masusia di atas. Tipe orang muskin meminta-minta karena kondisi memaksa, juga tipe orang yang tidak memiliki kekayaan, penghasilan, pekerjaan, namun ia enggan untuk meminta. Terhadap tipe pertama, akan lebih mudah bagi kita untuk mengetahuinya, namun terhadap tipe kedua, diperlukan sedikit perhatian untuk mengetahuinya. Di sinilah perlunya sikap peka terhadap lingkungan. Budaya modernisme sering berdampak pada menjadikan orang berperilaku egois, tidak mengenal tetangga, tidak mengenal lingkungan. Setiap hari ia makan enak, namun ia tidak mengetahui bahwa orang-orang di sekitarnya tengah kelaparan.

Terlebih al-mahrum, tidak mesti mereka kelompok marginal yang tidak mampu bekerja. Kadang mereka kelompok profesional yang tidak tertopang situasi dan sarana yang mendukung untuk bekerja, seperti tidak adanya lapangan pekerjaan atau tertimpa bencana perang. Dalam konteks ini, perlu aktualisasi kedermawanan bagi muslim yang "kuat", tentu tidak sekadar berpikir memberi ikan, melainkan harus juga berpikir bagaimana memberi kail. Wallahu a'lam bish-shawab. (Abu Zahrah).

Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

READ MORE - Muslim Itu Dermawan

Kamis, 05 Agustus 2010

Berbuat Baik Disukai Allah

"Dan berbuat baiklah (ihsan), karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik." (Al-Baqarah: 195).

Ali bin al-Husain memiliki hamba sahaya perempuan. Suatu hari sang budak menuangkan air wudu untuknya. Tanpa disengaja, ceret, tempat air wudhu, jatuh menimba wajah Ali hingga terluka. Ali Zainal Abidin dengan marah menatap wajah sang budak. Merasa bersalah sang budak berkata, (mengutip surah Ali Imran ayat 134 yang menyebutkan kriteria orang bertakwa), "Sesungguhnya Allah berfirman, 'Wal kaazimiinal ghaidl,' (Dan orang yang menahan amarahnya)."
Ali menjawab, "Aku telah menahan amarahku."
Hamba sahaya berkata lagi, "Wal 'aafiina 'anin nas" (Dan orang-orang yang memberikan maafnya).
Ali menimpali, "Semoga Allah memaafkan kamu."
Ia berkata lagi, "Wallahu yuhibbul muhsiniin" (Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebajikan).
Ali membalas, "Engkau telah kubebaskan karena Allah Azza wa Jalla." (Al-Bidayah IX/112).

Subhanallah! sungguh sebuah sikap yang mengagumkan. Amarah yang berhenti dalam sekejab karena dibacakan ayat, disusul pemberiaan maaf, bahkan pembebasan budak karena dorongan berbuat ihsan. Tercermin sebuah kematangan emosi, pengagungan akan ayat Allah, dan sikap memilih dan melakukan yang terbaik (ahsanahu).

Itulah profil muslim. Karena, Islam dibangun di atas tiga pilar: Islam, iman, dan ihsan. "Tadi adalah Malaikat Jibril yang datang kepada kalian untuk mengajarkan persoalan din kepada kalian." Itulah jawaban Rasulullah ketika malaikat datang dan bertanya perihal Islam, iman dan ihsan. Jadi, dinul Islam dibangun di atas ketiganya.

Perbuatan ihsan itu banyak bentuk dan ragamnya. Ihsan dalam hal ibadah, seperti jawaban Rasulullah saw. kepada Jibril, "Ihsan adalah hendaklah engkau beribadah kepada Allah seperti engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak bisa melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu." (HR Muslim). Ihsan dalam ibadah adalah adanya rasa selalu diawasi Allah Taala ketika menunaikannya, seolah ia melihat Allah, atau minimal merasakan bahwa Allah melihatnya. Untuk itu, harus dilakukan dengan menyempurnakan syarat, rukun, sunah dan tata-caranya. Karena, ibadah tidak akan dilihat oleh Allah jika menyelisihi tata-cara yang disyariatkan. Demikian ditulis oleh Abu Bakar al-Jazairi dalam Minhajul Muslim. Beliau juga menilis bentuk-bentuk berbuat ihsan dalam bidang muamalah, misalnya dengan berbuat baik kepada orang tua, sanak keluarga, anak yatim, orang miskin, musafir, pembantu, manusia secara umum dan hewan, seperti tersebut dibawah ini.

Berbuat baik kepada orang tua bisa dengan menaatinya, memberikan kebaikan kepada keduanya, tidak menyakiti keduanya, mendoakan keduanya, memintakan ampun untuk keduanya, melaksanakan wasiat-wasiat keduanya dan menghormati teman-teman keduanya.

Berbuat baik kepada sanak keluarga misalnya dengan menyayangi mereka, lemah lembut terhadap mereka, mengerjakan perbuatan baik bersama mereka, tidak melakukan tindakan-tindakan yang menyusahkan mereka dan tidak menjelek-jelakkan ucapan mereka.

Berbuat baik kepada anak yatim ialah dengan menjaga harta mereka, melindungi hak-hak mereka, mendidik mereka, membina mereka, tidak menyakiti mereka, tidak memaksa mereka, ceria di depan mereka, dan mengusap kepala mereka.

Berbuat baik kepada orang-orang miskin adalah dengan menghilangkan kelaparan mereka, menutup aurat mereka, menganjurkan manusia memberi makan kepada mereka, tidak mencaci kehormatan mereka, tidak menghina mereka, dan tidak menimpakan kesusahan kepada mereka.

Berbuat baik kepada musafir ialah dengan memenuhi kebutuhannya, menutup aibnya, menjaga hartanya, melindungi kemuliannya, memberinya petunjuk jika ia meminta petunjuk, dan menunjukkannya jika tersesat.

Berbuat baik kepada pembantu adalah dengan menggajinya sebelum keringatnya kering, tidak menyuruhnya mengerjakan pekerjaan yang tidak mampu dikerjakan, menjaga kemuliaannya, dan menghormati kepribadiannya. Jika pembantu tersebut menetap di rumah yang dibantu, baginya memberi makan seperti yang ia makan, memberi pakaian seperti yang ia kenakan.

Berbuat baik kepada manusia secara umum antara lain dengan berkata lembut kepada mereka, mempergauli mereka dengan pergaulan yang baik setelah sebelumnya menyuruh mereka kepada kebaikan, melarang mereka dari kemungkaran, memberi petunjuk kepada orang yang tersesat di antara mereka, mengajari orang jahil di antara mereka, mengakui hak-hak mereka, tidak mengganggu mereka dengan mengerjakan tindakan yang membahayakan mereka dan lain sebagainya.

Berbuat baik kepada hewan adalah dengan memberinya makan jika lapar, mengobatinya jika sakit, tidak membebani dengan muatan yang tidak mampu ditanggungnya, lemah lembut terhadapnya jika bekerja, dan mengistirahatkannya jika lelah.

Begitulah bentuk-bentuk ihsan. Semoga kita tergolong dalam barisan muhsinin yang dicintai Allah, seperti dalam firman di atas, "Dan berbuat baiklah (ihsan), karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik." (Al-Baqarah: 195). Wallahu a'lam bish shawab. (Abu Zahrah)

READ MORE - Berbuat Baik Disukai Allah

Selasa, 03 Agustus 2010

Bahaya Cinta Kekuasaan

Hubbur riyasah (cinta kekuasaan) adalah salah satu syahwat yang sering menimpa manusia. Bagi orang yang terkena penyakit ini, kekuasaan, jabatan dan segala yang mengiringinya berupa popularitas dan ketenaran merupakan tujuan hidupnya. Berkenaan dengan bahaya cinta kekuasaan ini Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam telah bersabda yang diriwayatkan oleh Ka'ab bib Malik Radhiallaahu anhu ,
"Dua ekor serigala yang dilepas kepada seekor domba tidak lebih parah kerusakannya bagi domba itu, bila dibandingkan ketamakan seseorang terhadap harta dan kedudukan dalam merusak agamanya." (dikeluarkan oleh at-Tirmidzi dan mengatakan, "hadits hasan shahih")

Al-Hafidz Ibnu Rajab tatkala menjelaskan hadits ini mengatakan, "Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam memberitahukan bahwa ketamakan seseorang terhadap harta dan kedudukan akan merusak agamanya, dan kerusakan itu tidak lebih kecil daripada kerusakan akibat keberingasan dua serigala terhadap seekor domba. Bisa jadi sepadan atau mungkin lebih besar. Ini mengisyarat kan bahwa tidak akan selamat agama seseorang jika dia tamak terhadap harta dan kedudukan dunia, kecuali sangat sedikit (yang bisa selamat darinya). Sebagaimana pula halnya seekor domba tidak akan selamat dari keberingasan dua ekor serigala yang sedang lapar, kecuali sangat sedikit sekali.

Perumpamaan yang agung ini mengandung peringatan yang keras tentang keburukan sikap rakus terhadap harta dan kedudukan dunia, hingga beliau mengatakan, "Adapun tamaknya seseorang terhadap kedudukan maka itu lebih membinasa kan daripada ketamakannya terhadap harta. Karena ambisi mencari kedudukan, kekuasaan dan kemuliaan dunia untuk mengungguli (merasa tinggi) di atas sekalian manusia lebih berbahaya bagi seseorang daripada ambisi terhadap harta. Menahan diri dari hal tersebut sangatlah lebih sulit, karena untuk mencari kedudukan dan kekuasaan biasanya seseorang rela mengorbankan harta yang amat banyak." (Syarah hadits, ma dzi'baani jaai'aani hal 7,13 secara ringkas)

Al Imam Ibnu Rajab kemudian menyebutkan metode setiap orang dalam meraih kedudukan dunia. Beliau mengatakan," Tamak terhadap kemuliaan dunia ada dua macam;

Pertama, mencari kemuliaan dunia dengan kekuasaan, sulthan (power), dan harta. Ini semua sangat berbahaya karena pada umumnya akan menghalangi pelakunya untuk mendapatkan kebaikan dan kemuliaan di akhirat. Allah ƒ¹ berfirman, artinya,
¡§Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi.Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertaqwa.¡¨ (QS. 28:83)

Hingga beliau mengatakan, "Di antara bentuk cinta kedudukan dunia yang jelas bahayanya adalah berupa tamak terhadap pemerintahan (yakni tamak ingin menjadi penguasa, red). Ini merupakan masalah yang sangat pelik yang tidak diketahui kecuali oleh orang yang berilmu, mengenal Allah Subhannahu wa Ta'ala dan mencintai-Nya. Perlu diketahuai bahwa cinta kemuliaan dengan cara tamak terhadap kekuasaan agar dapat memerintah dan melarang serta mengatur urusan manusia (menurut kehedaknya), jika hanya dimaksudkan semata-mata untuk tujuan memperoleh kedudukan yang tinggi di atas sekalian orang, merasa lebih besar daripada mereka dan agar orang terlihat membutuhkan dirinya, selalu merendah kepadanya serta menghinakan diri ketika ada hajat dan kebutuhan terhadapnya, maka bentuk seperti ini telah mengusik rububiyah dan uluhiyah Allah .

Ke dua; Mencari kemuliaan dunia dan kedudukan dengan hal-hal yang terkait dengan agama, seperti ilmu, amal ibadah dan kezuhudan. Ini lebih buruk dari yang pertama serta lebih besar bahaya dan kerusakannya. Karena ilmu, amal dan semisalnya hanyalah untuk mencari derajat yang tinggi dan kenikmatan abadi di sisi Allah ƒ¹, juga untuk bertaqarrub dan mendekatkan diri kepada-Nya. (Syarh hadits ma dzi'baani jaai'aani, hal 7, 13 secara ringkas)

Di antara yang menambah besar bahaya ini adalah bahwasanya manusia memiliki kecenderungan dan cinta yang besar terhadap kekuasaan dan popularitas. Sebagaimana yang ditegaskan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, "Sesungguhnya manusia jika merenungkan dan mengenali dirinya dan manusia yang lain, maka seseorang akan melihat bahwa dirinya selalu ingin ditaati dan ingin berada di atas sedapat mungkin. Dan jiwa itu dipenuhi dengan rasa cinta terhadap kedudukan yang tinggi dan kekuasaan setinggi-tingginya. Maka anda dapati dia akan memberikan loyalitas kepada orang yang cocok dengan hawa nafsunya, dan memusuhi orang yang menyelisihi hawa nafsunya. Maka akhirnya dia menjadi hamba hawa dan keinginannya."

Hingga pada ucapan beliau, "Dan kalau dia ditaati, maka dia ingin segala yang menjadi keinginannya terus ditaati, meskipun berupa dosa dan kemaksiatan kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala. Sehingga orang yang taat kepadanya lebih dia cintai dan lebih mulia baginya daripada orang yang taat kepada Allah dan menyelisihi keinginannya. Ini merupakan bagian dari keadaan Fir'aun dan seluruh orang yang mendustakan rasul-rasul.¡¨ (majmu' al-Fatawa 8/18, secara ringkas)

Sesungguhnya gila kekuasaan tidak akan terlepas dari berbagai kerusakan dan bermacam-macam keburukan. Sebagiannya disampaikan oleh al-Imam Ibnu Rajab, beliau berkata, "Ketahuilah bahwa tamak terhadap kedudukan akan menyebabkan kerusakan yang besar, sebelum orang tersebut meraihnya, ketika orang tersebut sedang berusaha meraihnya dan lebih-lebih setelah berhasil mendapatkannya dengan penuh ambisi, yakni dapat menjerumuskannya ke dalam kezhaliman, takabbur dan kerusakan-kerusakan yang lain.¡¨ (syarh hadits ma dzi'baani jaai'aani)

Dan dalam kesempatan yang lain beliau berkata, "Sesungguhnya cinta harta dan kedudukan, serta tamak terhadapnya akan merusak agama seseorang sehingga agama itu tidak tersisa kecuali apa yang dikehendaki Allah Subhannahu wa Ta'ala. Hawa nafsu itu senang kepada kedudukan yang tinggi di atas manusia lainnya, dan dari sinilah tumbuh kesombongan dan kedengkian." (ibid, hal 29)

Telah jelas bagi kita bahaya dan tercelanya cinta kekuasaan serta penjelasan kerusakan yang ditimbulkan olehnya. Namun ada hal lain berkaitan dengan masalah kekuasaan ini, bahwa ada perbedaan antara cinta kekuasaan dan menjadikan kekuasaan sebagai sarana untuk da'wah kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala Tujuan seseorang dalam memegang kekuasan di sini adalah untuk mengangungkan Allah dan ajaran-ajaran Nya, sedangkan tujuan orang yang cinta kekuasaan adalah agar orang lain mengagungkan dan menyanjung dirinya. Pemimpin pemimpin yang adil dan hakim hakim yang lurus tidak akan mengajak orang lain untuk mengagungkan diri mereka sama sekali, namun mereka mengajak manusia agar selalu mengagungkan Allah semata dan mengesakan-Nya dalam beribadah. Dan di antara mereka ada yang tidak menginginkan jabatan kecuali hanya sekedar sebagai sarana untuk dakwah di jalan Allah Subhannahu wa Ta'ala .

Maka orang yang memohon kepada Allah agar menjadikan dirinya sebagai imam yang selalu dijadikan contoh oleh orang-orang yang bertakwa, sebagaimana dia juga mencontoh orang-orang yang bertakwa, maka hal ini tidak apa-apa. Bahkan layak untuk dipuji karena dia telah menjadi penyeru ke jalan Allah Subhannahu wa Ta'ala, senang jika Allah Subhannahu wa Ta'ala diibadahi dan ditaati. Maka dia menyintai apa saja yang dapat menolong dan mengantarkan pada tujuan tersebut.

Merupakan kewajiban para ahli ilmu dan penunutut ilmu untuk menjauhi dan berhati-hati dari syahwat jabatan, kekuasaan dan popularitas, karena ia merupakan penyakit yang membahayakan. Selayaknya orang yang terjangkit penyakit ini segera berobat dengan cara bertaubat kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala, melakukan tazkiyatun nafs (pembersihan jiwa) dan muhasabah (introspeksi) terhadap dirinya.

Sufyan ats-Tsauri rahimahullah berkata, "Riyasah (kekuasaan) lebih disukai oleh para Qurra' (ahli ilmu) daripada emas merah." (kitab al Wara', Imam Ahmad bin Hanbal, hal 91)

Abul Farraj Ibnul Jauzi juga telah memberikan nasehatnya, "Wahai saudaraku hendaklah kalian selalu perhatian terhadap lurusnya niat, tinggalkan berhias (berbuat kebaikan) karena ingin disanjung orang, jadikan tiang penyanggamu adalah istiqamah bersama yang haq. Dengan itu para salaf menjadi tinggi dan berbahagia." (Shaidul Khathir hal 227, periksa juga akhlaqul 'ulama' oleh al-Ajuri hal 157).

Diringkas dari buku ¡¥Ubudiyatusy Syahwat hal 54-62, Dr.Abdul Aziz bin Muhammad Ali al-Abdul Lathif. (Abu Ahmad)
READ MORE - Bahaya Cinta Kekuasaan