Sabtu, 23 Januari 2010

Sebab Munculnya Bid'ah


Kapan Bid'ah Muncul?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata di dalam Majmu' al-Fatawa 10/354, "Ketahuilah bahwa semua bid'ah yang berkaitan dengan keyakinan (i’tiqodiyah) dan amaliyah (ibadah praktis), terjadi pada ummat ini di masa akhir-akhir kepemimpinan Khulafa' ar-Rasyidin, sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam "Barang siapa di antara kalian yang hidup (lama) maka dia akan melihat banyak pertentangan/ perselisihan, maka hendaklah kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Khulafa' ar-Rasyidin yang mendapatkan hidayah." (HR. Abu Daud dan at-Tirmidzi). Dan para shahabat telah menolak dan menentang para pelaku bid'ah ini. 

Tempat Munculnya Bid'ah

Ada perbedaan di beberapa negeri Islam berkaitan dengan awal mula munculnya bid'ah. Negeri-negeri besar yang dihuni oleh para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan memancar darinya cahaya ilmu dan iman ada lima, yaitu: Mekkah, Madinah, Kufah, Bashrah dan Syam. Dari sanalah memancar cahaya al-Qur'an, hadits, fikih dan ibadah serta masalah-masalah keislaman yang lain. 

Akan tetapi muncul pula dari negeri-negeri tersebut -kecuali Madinah- berbagai bid'ah dalam masalah ushul (pokok) agama. Dan munculnya bid'ah itu dipengaruhi oleh jauh dekatnya suatu daerah dari Madinah. Kota Madinah sendiri selamat dari munculnya berbagai macam bid'ah ini, dan jika memang ada seseorang yang mengerjakannya, maka sungguh di mata penduduk Madinah mereka terhina dan tercela. 

Adapun pada masa tiga generasi terbaik pertama, maka pada saat itu di Madinah sama sekali tidak terdapat bid'ah yang dilakukan terang-terangan. Dan tidak pula ada bid'ah dalam masalah ushuluddin (dasar agama) sama sekali, sebagaimana yang terjadi di negeri-negeri Islam lainnya. 

Penyebab Munculnya Bid'ah

Tidak diragukan lagi bahwa dengan berpegang teguh kepada al-Qur'an dan as-Sunnah seseorang dapat selamat, tidak terjerumus ke dalam perbuatan bid'ah dan sesat. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya, 
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa.” (QS. 6:153) 

Firman Allah subhanahu wata’ala ini diperjelas lagi dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membuat sebuah garis lurus kepada kami, lalu beliau bersabda, "Ini adalah jalan Allah.” Kemudian beliau membuat banyak garis di sebelah kanan dan sebelah kirinya, lalu bersabda, "Ini adalah jalan-jalan (lain) dan pada setiap jalan tersebut ada syaitan-syaitan yang mengajak orang kepadanya.” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membacakan ayat surat al-An’am 153 (sebagaimana tersebut di atas). 

Oleh karena itu barang siapa yang berpaling dari al-Kitab dan as-Sunnah (jalan yang lurus) maka dia akan tertarik ke dalam berbagai jalan yang menyesatkan dan bid'ah-bid'ah yang diada-adakan. 

Sedangkan di antara penyebab yang mendorong munculnya bid'ah adalah sebagai berikut: 

1.Ketidaktahuan terhadap Hukum Agama

Setiap kali bertambah panjang perjalanan masa dan bertambah jauh manusia dari ajaran-ajaran Islam maka akan bertambah sedikitlah ilmu dan semakin meluas kebodohan.Hal ini seperti yang dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam sabdanya, 
"Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu itu dengan cara mencabutnya sekaligus dari hamba-hamba-Nya, akan tetapi Dia mencabut ilmu dengan mewafatkan ulama. Sehingga bila tidak tersisa seorang alim pun maka manusia akan mengangkat pemimpin-pemimpin yang bodoh, lalu para pemimpin bodoh itu ditanya, kemudian mereka menjawab (berfatwa) dengan tanpa didasari ilmu pengetahuan, akhirnya mereka sesat dan menyesatkan." 

Maka tidak ada yang dapat memberantas kebid'ahan selain ilmu dan para ulama.Bila ilmu dan ulama tidak ada, maka akan timbul dan merebaklah berbagai macam bid'ah dan semakin bertambah giat pula para pelakunya (karena mereka menyangka kebid'ahan itu bagian dari agama, red) 

2.Mengikuti Hawa Nafsu

Barang siapa yang berpaling dari al-Qur'an dan as-Sunnah maka berarti dia telah mengikuti hawa nafsu. Allah subhanahu wata’ala berfirman,artinya, 
“Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu, ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih sesat dari pada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikit pun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. 28:50) 

Di dalam ayat yang lain disebutkan, artinya, 
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai ilahnya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya. Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah(membiarkannya sesat. Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran.” (QS. 45:23) 

Dan berbagai bentuk perbuatan bid'ah itu tidak lain adalah merupakan hasil dari hawa nafsu yang diikuti. 

3.Fanatisme

Yaitu sikap fanatik dan melampaui batas terhadap pendapat atau tokoh tertentu. Fanatisme ini dapat menghalangi seseorang dari mengikuti dalil dan mengetahui kebenaran. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya, 
“Dan apabila dikatakan kepada mereka:"Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah". Mereka menjawab, "(Tidak) tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apa pun, dan tidak mendapat petunjuk". (QS. 2:170) 

Begitulah sikap orang-orang yang fanatik terhadap pendapat atau orang tertentu baik di masa lalu maupun sekarang ini, dari sebagian pengikut aliran-aliran sufi dan orang orang quburiyyin (orang yang meminta atau bertawassul kepada kubur). Apabila mereka diajak untuk mengikuti al-Qur'an dan as-Sunnah dan meninggal kan apa yang mereka kerjakan yang bertentangan dengan keduanya mereka mengeluarkan hujjah dengan pendapat (madzhab) mereka dan dengan pendapat guru-guru, orang tua dan nenek moyang mereka, walaupun bertentangan dengan al-Qur'an dan as-Sunnah. 

4.Meniru Orang Kafir

Sikap meniru-niru orang kafir termasuk hal yang paling banyak menjerumuskan seseorang ke dalam perbuatan bid'ah, sebagimana disinyalir di dalam sebuah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dari Abu Waqid al Laitsi radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, 
"Kami pernah keluar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ke perang Hunain, saat itu kami baru saja lepas dari kekafiran (baru masuk Islam). Orang-orang musyrik kala itu mempunyai pohon bidara yang mereka sering menetap berdiam di sisi pohon itu serta menggantungkan senjata-senjata mereka pada pohon itu. Pohon tersebut dikenal dengan nama "dzatul anwath" (tempat menggantungkan). Maka tatkala kami melewati sebuah pohon bidara, kami berkata, "Wahai Rasulullah jadikanlah buat kami pohon ini sebagai dzatul anwath sebagaimana mereka (orang-orang musyrik) juga mempunyai dzatul anwath. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Allahu Akbar, demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh kalian telah mengatakan seperti yang telah dikatakan Bani Israil kepada Musa, "Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah ilah (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa ilah (berhala)". Musa menjawab, "Sesungguh nya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Ilah)". (QS. 7:138), Sungguh kalian akan meniru cara-cara kaum sebelum kalian." (HR at-Tirmidzi) 

Di dalam hadits ini dijelaskan bahwa meniru-niru orang kafir adalah merupakan salah satu hal yang mendorong kaum bani Israil untuk meminta permintaan yang jelek, yaitu menuntut Nabi Musa agar membuatkan bagi mereka tuhan-tuhan berhala yang dapat mereka sembah. 

Dan sikap meniru ini pulalah yang telah mendorong para shahabat meminta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menjadikan bagi mereka sebuah pohon yang dapat diminta berkahnya dari selain Allah subhanahu wata’ala. Dan itu pulalah yang terjadi sekarang ini, dimana sebagian kaum muslimin senang meniru-niru kaum kufar dalam praktek-praktek bid'ah dan kesyirikan. 

Demikian di antara penyebab bid'ah yang disampaiakn oleh Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan, kami kutip dari Muqarrar Kitab Tauhid jilid 3 untuk tingkat ‘Ali (Madrasah Aliyah). 

Dan selain dari sebab-sebab di atas masih ada lagi penyebab yang dapat memicu munculnya bid'ah yaitu, menolak bid'ah dengan bid'ah yang serupa atau lebih parah. Sebagaimana sikap orang Murji'ah terhadap Khawarij. Tatkala mereka dimintai sikap terhadap Khawarij yang mengafir kan Ali radhiyallahu ‘anhumereka mengatakan, "Kita tidak bisa menghukumi mereka, kita serahkan ini kepada Allah." Hingga pada sebuah kesimpulan bahwa kemaksiatan apa pun bentuknya tidak ada pengaruhnya terhadap iman seseorang (sekalipun merupakan pembatal keimanan), sebagaimana ketaatan tidak ada pengaruhnya sama sekali terhadap orang kafir (tidak menjadikan mereka mukmin). Ini bertentangan dengan kaum Khawarij yang mengafirkan pelaku dosa besar. 

Menyikapi dua kelompok ini mucul lagi bid'ah model lain yakni Mu'tazilah, yang mengatakan bahwa pelaku dosa besar tidak disebut kafir dan tidak pula mukmin. Mereka membuat istilah baru yang namanya manzilah baina manzilatain (sebuah kedudukan di antara dua kedudukan). Mereka semua saling menolak bid'ah dengan bid'ah pula. 

Dalam masalah asma' dan sifat Allah juga demikian, ada kelompok Jahmiyah yang menolak-sifat-sifat Allah karena menurut mereka Allah tidak layak mempunyai sifat-sifat, yang berarti sama dengan makhluk-Nya. lalu muncul kelompok lain yang menolak nya dengan menetapkan sifat Allah secara keterlaluan hingga terjerumus ke dalam tasybih (menyerupakan sifat Allah dengan makhluk). 

Demikian juga kelompok Jabariyah ketika menolak aliran Qadariyah dalam masalah takdir, sehingga kedua-duanya sama-sama terjebak di dalam bid'ah. Kelompok Jabariyah mengatakan bahwa manusia sama sekali tidak punya kehendak dan kemampuan apa-apa, ibarat wayang yang digerakkan oleh dalang. Sementara aliran Qadariyah berpendapat bahwa Allah subhanahu wata’ala tidak ikut andil dalam perbuatan manusia, semua atas kehendak manusia sendiri tanpa ada campur tangan Allah subhanahu wata’ala sama sekali. 

Semoga Allah subhanahu wata’ala menjaga umat Islam dari berbagai bid’ah, baik dalam pemikiran maupun dalam ibadah dan amalan. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, para shahabat dan pengikutnya yang selalu berpegang dengan sunnahnya. Amin 

Sumber: “Kitab at-Tauhid lish-Shaf ats-Tsalits al-‘Ali,” Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan, edisi Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar